Sabtu, Desember 07, 2013

Lebarkan Sayap, Siap Laju dalam Layar Lebar


Perkembangan perfilman Indonesia bisa dikatakan tidaklah seperti membalikkan telapak tangan dan bak Aladin hanya sekali sentuh semua tergapai. Film di Indonesia pertama kali diperkenalkan pada 5 Desember 1900 di Batavia ( Jakarta ). Pada masa itu, film disebut Gambar Idoep. Pertunjukkan film pertama digelar di Tanah Abang. Film terkait adalah sebuah film dokumenter yang menggambarkan perjalanan Ratu dan Raja Belanda di Den Haag. Pertunjukan pertama ini kurang sukses karena harga karcisnya dianggap terlalu mahal sehingga pada 1 Januari 1901, harga karcis dikurangi hingga 75% untuk merangsang minat penonton. Film cerita pertama kali dikenal di Indonesia pada tahun 1905 yang diimpor dari Amerika. Film - film berubah judul ke dalam bahasa Melayu. Film cerita impor cukup laku di Indonesia. Jumlah penonton dan bioskop pun meningkat. Daya tarik tontonan baru demikian ternyata mengagumkan.


Industri film lokal baru bisa membuat film bersuara pada tahun 1931. Film ini diproduksi oleh Tans Film Company bekerjasama dengan Kruegers Film Bedrif di Bandung dengan judul Atma de Vischer. Selama kurun waktu dari tahun 1926 hingga 1931 telah diorbitkan sejumlah 21 judul film bisu dan bersuara diproduksi. Jumlah bioskop meningkat dengan pesat. Film Rueve pada tahun 1936 mencatat adanya 227 bioskop.



Kala 1990an dapat dikatakan sebagai kiamatnya perfilman IndonesiaSelain itu, tema yang selalu menjadi bumerang bagi perfilman tanah air adalah tema Horror Sex justru menjadi perhatian khusus pemirsa dan para produser film gemar meluncurkan layaknya Misteri Janda Kembang, Noktah Merah Perkawinan dan Gairah Terlarang.

Awal 2000an sempat bergelora salah satu film anak yang menjadi legendaris saat itu, Petualangan Sherina dibintangi Derby Romero dan Sherina Munaf. Bisa dikatakan "Petualangan Sherina" adalah oase di tengah sepinya bioskop tanah air. Lalu, di tahun 2002, lahir pula film fenomenal lainnya yaitu Ada Apa Dengan Cinta, Jelangkung dan lain sebagainya. Film Indonesia pun menemukan kembali ruhnya. Genre film juga kian variatif, alhasil di tahun-tahun berikutnya penonton mulai tertarik untuk menonton film Nasional seperti Heart, Naga Bonar Jadi Dua, Ayat-Ayat Cinta yang mana mendapat jumlah penonton tertinggi. Bahkan, film Nusantara mampu bersaing dengan film Hollywood secara sehat. Meski demikian, perfilman Indonesia masih saja dirusak oleh oknum - oknum Mr. X yang hanya mencari keuntungan kesempatan dalam kesempitan dengan membuat film - film bertemakan Horror Sex dengan hal – hal vulgar yang mana bisa merusak moralitas bangsa karena memang tak dapat dipungkiri justru penggemarnya lebih membludak ketimbang film bernuansa religi.


Zaman beralih, musim bertukar. Sesuatu tiada yang kekal, memang film bergenre Horror Sex dan Cinta Ala Remaja masih sangatlah menjadi daya minat tinggi bagi masyarakat. Akan tetapi, sebagian ada pula yang menyenangi film aliran Perjuangan. Muncullah sebuah judul spektakuler Negeri Muara Langit bertemakan perjuangan remaja di era reformasi tahun 1998 yang mana pengembalian kebobrokan bangsa, sistem dan negeri yang diproduksi oleh sebuah rumah produksi PT. Trilogi Media Sinema yang berlokasi di Kompleks DKI Blok Z Kembangan, Jakarta Barat. Bisa dibilang, masihlah seumur jagung karena tegak berdiri baru satu tahun. Namun, sang owner sudahlah cukup mumpuni dalam dunia perfilman dan pertelevisian, Findra Winardi S.T. yang mengajak pengusung judul, R. Jiwo Kusumo untuk mengangkat citra perfilman yang mulai luntur akan budaya kebaratan. Dengan dapur film kebanggaan beromansa religius, inspirasional dan mengedepankan nilai moralitas, sayap pun dilebarkan, judul yang diusung dalam The Series, kini siap laju dalam Layar Lebar.

Masihkah Negeri 17 Agustus 1945 Tergerus dalam Penjajahan Layaknya Masa Silam ?


















Usia Muda Tak Surutkan Semangat dalam Industri Perfilman



Perfilman ? Apa sih film ? Seringkali orang bertemu wicara dengan kata “ film “, tapi tahukah secara detail sejarah dan definisi kata terkait ? Lantas, bagaimanakah perkembangan industri perfilman hingga saat ini ?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Yang pertama, film adalah sebuah selaput tipis berbahan seluloid yang mana digunakan untuk menyimpan gambar negatif dari sebuah objek. Yang kedua, film diartikan sebagai lakon atau gambar hidup. Dalam konteks khusus, film diartikan sebagai lakon hidup atau gambar gerak yang biasanya juga disimpan dalam media seluloid tipis dalam bentuk gambar negatif atau juga bisa dalam media digital. Sejarah film tak bisa lepas dari sejarah fotografi dan peralatan pendukungnya seperti kamera. Kamera pertama di dunia ditemukan oleh seorang ilmuwan Muslim, Ibnu Haitham. Lalu dimulailah adanya perkembangan fulm dengan digunakannya alat kinetoskop temuan Thomas Alfa Edison yang pada masa itu digunakan oleh penonton individual. Film awal masih bisu dan tidak berwarna.

Memang perjalanan perkembangan film bisa dibilang cukup panjang hingga akhirnya menjadi seperti film di masa kini yang kaya akan efek dan sangat mudah didapatkan sebagai media hiburan. Peran serta aktif dan pasif industri perfilmanlah yang turut mendongkrak perkembangan popularitas suatu karya film sehingga tak heran bermunculan seabrek industri perfilman tanah air.

Salah satunya adalah Perseroan Terbuka ( PT ) Trilogi Media Sinema ( TMS™ ). PT. Trilogi Media Sinema dibentuk pada tahun 2012 oleh Findra Winardi, S.T. yang lebih dikenal luas dengan sapaan Cak_Edotz. Beliau mempunyai kerinduan untuk menyampaikan untaian kisah yang inspirasional, religius dan mengedepankan nilai moralitas pada masyarakat. Dari keinginan inilah, Trilogi Media Sinema / TMS™ terbentuk.

Proyek pertamanya adalah “Negeri Muara Langit” ( 2012 ), sebuah serial televisi untuk TVRI. Seiring dengan perkembangan, industri terkait juga telah bekerjasama dengan ANTV dalam pembuatan program Wisata Hati ANTV ( 2012 ) bersama Ustadz Yusuf Mansur, Spacetoon TV dalam pembuatan program Sahabat Qur'an ( 2012 ), TVRI dalam pembuatan program Para Penghafal Al Quran ( 2013 ) serta masih banyak lagi. Sejak didirikan telah diupayakan sebaik mungkin agar menjadi salah satu pemeran utama di dunia perfilman dan pertelevisian Indonesia. Cakupan dan pertumbuhan perusahaan bisa dikatakan bertumbuh pesat dengan portfolio lebih dari 10 judul program untuk televisi lokal maupun nasional dengan ratusan jam tayang program untuk televisi. Trilogi, yang mengandung 3 makna yang mana menggambarkan secara tepat visi dari perusahaan. Sebuah campuran sempurna antara nilai moral, seni dan dagang melalui medium film. Selayaknya telah disebutkan sebelumnya, kerinduan akan menyampaikan runtutan album kehidupan yang inspirasional, religius dan mengedepankan nilai moralitas pada masyarakat, merupakan fondasi utama perusahaan untuk mengembangkan sebuah serial televisi atau film layar lebar.

Sebuah kisah inspirasional bersifat subjektif dengan selera orang, namunperusahaan tersebut mengedepankan adanya kekhasan diantara yang lain dalam cara bercerita. Gaya cerita yang digambarkan sebagai kombinasi dari artistik dan komersil sebagai penarik perhatian untuk berbagai usia dan latar belakang. Eksklusif tetapi mudah dijangkau, menjadi kriteria untuk disaksikan khalayak luas. Proses pengerjaan dan promosi pun dikesankan tanpa intimidasi publik dan pemirsa dianggap sebagau mitra secara maksimum. Demikian ikrar PT. Trilogi Media Sinema untuk meneruskan kontribusi-kontribusi ke dalam industri perfilman Indonesia dengan selalu mencari dan memberi kesempatan bagi darah-darah baru, terobosan baru dalam presentasinya dan tentunya album kisah aktual yang inspirasional, religius dan mengedepankan nilai moralitas pada masyarakat.

Konseptualitas itulah disongsong oleh pemilik yang biasa disapa Cak_Edotz. Beliau sendiri sudah cukuplah lama berkecimpung dan berkarir selama sekiranya 10 tahun, dalam dunia industri perfilman dan pertelevisian dengan beragam ular tangga pengalaman hidup. Pria kelahiran 1 Mei yang mana pernah menduduki pendidikan di SMA Negeri 1 Talun kota Blitar angkatan 1993 dan Universitas Gajayana Malang pada Teknik Elektronika masih dibilang muda, namun semangatnya membara bak sang jago merah.

Presented by Ayu Yulia Yang