Manusia memang
diciptakan hakikatnya selalu merasa tak puas dengan sesuatu yang sudah
dimiliki. Tidak menampik. Selalu merasa kekurangan. Berkecukupan tetapi seakan
masih dalam keterpurukan. Jabatan selalu menjadi hal yang mengagumkan. Munafik,
bila bertutur tidak dalam perkataan. Segala macam cara mencoba dilakukan.
Termasuk menjalankan beragam proyek menguntungkan.
Salah satunya
dari sekian banyak, proyek pembangunan negara, berciri khas pengajuan dana
hingga ratusan, milyaran bahkan trilyunan. Terlebih mendekati pemilihan umum.
Namun, tidak sebanding dengan hasil dinikmati masyarakat luas. Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) mengungkapkan bahwa transaksi
perbankan tunai yang mencurigakan meningkat 125 persen menjelang Pemilu 2014
maupun sejumlah pemilihan kepala daerah ( pilkada ). Temuan berdasarkan penelitian
yang dilakukan selama 2005 hingga 2012 lalu. Penelitian difokuskan terhadap
caleg atau calon kepala daerah yang namanya pernah dilaporkan memiliki
transaksi mencurigakan.
Ditambah, masih
menjadi perbincangan hangat bahwa akan adanya kebijakan pemerintah pusat mobil
murah yang berembel untuk rakyat. Hal demikian menjadi timbulnya pro kontra
dari beragam kalangan. Utamanya kalangan menengah ke bawah. Tentunya sudah
kerapkali tidak merasakan imbas yang beralasan dari, untuk dan oleh rakyat. Yang
dibutuhkan oleh masyarakat adalah transportasi yang nyaman, aman, dan murah.
Transportasi disediakan oleh pemerintah. Dengan demikian, persoalan polusi
udara maupun kemacetan lalu lintas dapat diminimalkan. Diprediksi kebijakan
mobil murah hanya akan membuat jalan-jalan di kota besar semakin padat merayap
sehingga sangat bertentangan dengan upaya pembenahan kemacetan di Jakarta. Apalagi
hadirnya mobil murah tersebut sebagai akibat pembebasan pajak PPnBM untuk
mobil. Mobil murah akan menyedot banyak BBM ( Bahan Bakar Minyak ) yang notabene
disubsidi oleh negara dan akan semakin membebani anggaran.
Belum lagi,
permasalahan yang prioritas pula dengan angka kecelakaan terus saja semakin
meningkat khususnya di lingkungan perkotaan besar. Lebih dari 27 ribu jiwa
melayang dan diatas angka 72 persen mayoritas pengguna sepeda motor. Kerugian
sosial akibat kecelakaan dan buruknya transportasi publik mencapai 217 triliun
pertahun.
Tanda tanya
besar kembali mencuat ke permukaan. Lagi – lagi anggaran kembali dikeluarkan. Pemerintah
memperbanyak mobil pribadi. Mobil dinas pun dipergunakan untuk kepentingan
pribadi. Sementara, bukti laporan keuangan dianggap jelas dan bahkan
mendapatkan penghargaan ketujuh kalinya sebagai Wajar Tanpa Pengecualian ( WTP
). Akan tetapi, dinilai tranparansi estimasi anggaran belum memenuhi kriteria
kerakyatan.
Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme pun
berkepanjangan tanpa usai. Para koruptor menikmati fasilitas nan mewah laksana
istana di dalam penjara. Justru, rakyat dibebani dengan beragam melambungnya
harga berbagai kebutuhan dan menikmati kesengsaraan kemiskinan bukan
kesejahteraan. Tapi, sama saja, ketika menjadi rakyat kecil, berada di bawah,
seolah berpikir akan kesejahteraan dan perubahan. Namun, jikalau jabatan dalam
genggaman, memperkaya diri. Dibutakan oleh materi duniawi. Sebenarnya mengambil
hak orang lain, bagi yang beragama Islam sudah melanggar perintahNya. Telah
dituliskan dalam QS. Al Maidah ayat 38 bahwa “ Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya ( sebaga i)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Secara tersirat, Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme diartikan mencuri karena merampas hak yang bukan miliknya. Baik secara
sembunyi – sembunyi ataupun terang – terangan.
Tak jarang pula,
masyarakat yang dikategorikan mampu, iri dan bahkan berebut hak warga miskin.
Mengumpulkan materi bukan haknya dengan penuh kebanggaan. Pamer dan riya akan
materi pribadi. Iri dapat dikatakan syirik karena sama saja tidak mempercayai
adanya Allah SWT. Syirik telah diriwayatkan dalam QS. An Nisa ayat 48 berisi “ Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain (
syirik ) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa mempersekutukan
Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar. ” Sementara, kata
riya’ diambil dari kata ru’yah dan yang dimaksud adalah menampakkan amal sholeh
atau ibadah kepada orang - orang dengan tujuan agar mendapat pujian atau
dilihat manusia agar memuji pelakunya. Riya tidak disukai olehNya karena sudah
tertulis jelas dalam QS. Al Kahfi ayat 110 yaitu “ Katakanlah: “ Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: “ Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan Yang Esa ”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. ”
Mengaku generasi muslim tapi tak segan melakukan itu semua tanpa merasa
bersalah dan seolah dibenarkan perilakunya. Setiap hari menjalankan perintahNya
dan memahami isiNya namun tetap saja dijalankan. Sumpah serapah seakan hanya
menjadi permainan. Ngaku Muslim, Seharusnya Tidak Korupsi.
Presented by Ayu
Yulia Yang
Website resmi Nahdlatul Ulama, www.nu.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar